YESUS
dan
Muhammad
Perbedaan Mendasar dan Kesamaan Mengejutkan

bab03

BAGIAN 1
LATAR BELAKANG SAYA

BAB 3
HARI DI MANA SAYA MELIHAT
YESUS DAN MUHAMMAD BERDAMPINGAN

Saat itu, saat sholat subuh (sekitar jam 3:30 pagi). Saya mendengar suara seluruh penghuni rumah bangun. Saya sudah terbangun, tetapi tidak ingin meninggalkan kamar. Sejak beberapa bulan lalu, setelah bebas dari penjara, Saya tidak pernah lagi bersembahyang di masjid.

Saya tidak lagi pergi ke masjid lima kali sehari dan gantinya hanya duduk sendiri di tempat tidur atau meja, berdoa kepada ”Tuhan yang sesungguhnya” agar menampakkan diri kepada saya, Tuhan manapun yang membuat saya tetap hidup selama di dalam penjara.
Terkadang, di pertengahan berdoa, saya tidak mampu lagi berkata-kata, hanya duduk dan menangis. Ingatan tentang keadaan selama di penjara terus saja mendatangi saya.

Ibu mengetuk pelan pintu kamar, “Kamu ke masjid hari ini?” ia bertanya. “Tidak,” jawab saya, “Saya tidak ingin bertemu orang lain.”
Dalam budaya Islam, jika anda berdoa seorang diri di dalam kamar, iman anda tak akan dipertanyakan selama anda masih berdoa kepada Allah, dan itu artinya anda masih seorang Muslim.
Keluarga saya berpikir, saya hanya membutuhkan waktu pemulihan. Mereka berpikir, saya hanya tidak ingin berada di antara orang banyak.

PERGUMULAN DI DALAM HATI SAYA

Saya keluar dari penjara dengan rasa marah terhadap agama Islam tetapi tetap meyakini ada kuasa luar biasa yang telah menjaga saya hingga tetap hidup. Setiap hari, rasa ingin tahu akan “Tuhan” itu menjadi semakin besar.

Setiap saat saya bertanya dalam hati, “Tuhan seperti apakah Dia?”
Saya tidak pernah berpikir tentang Tuhannya orang Yahudi atau orang Kristen. Mengapa? Karena saya masih dipengaruhi oleh Al Quran dan ajaran Muhammad.
Al Quran tegas mengatakan orang Kristen menyembah tiga Tuhan – Tuhan Bapa, Yesus Kristus sang Anak dan Maria, ibu Yesus. Saya sedang mencari Tuhan yang hanya ada satu, bukan tiga. Selain itu Al Quran katakan, orang Yahudi adalah orang-orang yang jahat yang telah menyelewengkan Kitab Suci mereka. Jadi, di saat itu , saya tidak memandang kepada Tuhan mereka.

Hal ini mendorong saya melihat agama-agama dari Timur Jauh, yakni Hindu dan Budha. Saya telah mendengar agama-agama ini ketika saya menempuh kuliah S-1, dan pada saat itu saya telah menemukan cukup banyak buku untuk mempelajari agama-agama tersebut.
“Apakah Tuhan orang Hindu?” saya bertanya sendiri. “Ataukah Tuhannya orang Budha?” Tetapi, setelah mempelajari semuanya itu, kesimpulan saya adalah “Tidak.”
Ketika merenungi itu, saya duduk di tepi sungai, menatap air.
Air, tanaman hijau, langit, alam – semuanya ini memberikan saya harapan, ada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya.

Setiap hari setelah seharian bekerja dengan ayah, saya kembali ke rumah dan menyantap makan malam bersama ibu dan dua saudara laki-laki saya yang belum menikah.
Biasanya, pada setiap malam Kamis, setelah makan malam, saya akan menceritakan sebuah cerita dari hadits yang sangat disukai oleh adik laki-laki saya. Tetapi, saya telah berhenti melakukan hal itu setelah keluar dari penjara. Sehingga adik saya bertanya, “Mengapa kamu tak mau lagi bercerita kepada kami?”

Setelah menyelesaikan makan malam, saya biasa keluar bersama beberapa teman. Kadang saya duduk di warung kopi, bermain kartu atau catur. Kadang menonton acara olahraga di televisi atau kami berjalan di tepi sungai Nil.
Saya kembali ke rumah sekitar pukul 11 malam atau tengah malam karena kelelahan.
Ketika seorang diri lagi, saya merasa seperti tidak punya harapan di dunia ini karena saya belum bisa menemukan siapa itu Tuhan yang sesungguhnya.
Saya berupaya tidur dengan menghabiskan waktu satu sampai dua jam setiap malam. Kemudian bangun pagi seperti biasa. Akibatnya tubuh menjadi lelah dan saya mulai mengalami sakit kepala akut.

Saya pergi ke dokter untuk melakukan scan terhadap otak saya. Meski demikian, sakit kepala itu tidak membuat saya berhenti bekerja dan saya tetap meneruskan gaya hidup saya. Jika sedang sibuk, saya bisa melupakannya. Tetapi jikalau seorang diri di malam hari dan mencoba tidur, maka sakit kepala menyerang sangat hebat. Dokter memberikan obat penghilang rasa sakit yang diminum setiap malam.

RESEP BARU

Saya menjalani hidup seperti itu kurang lebih satu tahun. Suatu hari, sakit kepala menyerang begitu hebat, sehingga saya pergi ke apotek untuk membeli pil lagi. Seperti umumnya para apoteker di Mesir, apoteker (perempuan) yang saya datangi adalah orang Kristen. Saya telah bertemu dengannya cukup lama sehingga merasa nyaman berbicara dengannya.
Saya mengeluh kepadanya, “Pil-pil itu tidak lagi membantu seperti sebelumnya.”
Ia menjawab, “Kamu sepertinya sudah pada tahap berbahaya. Kamu mulai terbiasa dengan tablet-tablet itu. Kamu meminumnya bukan guna penghilang rasa sakit tetapi karena mulai kecanduan.”

Lalu ia berkata dengan lembut, “Apa yang terjadi pada hidupmu?”
Ia tahu, keluarga saya keluarga terpandang dan saya lulus dari Al-Azhar. Saya memberitahukan bahwa saya sedang mencari Tuhan.
Ia terkejut. “Ada apa dengan tuhanmu dan agamamu?” katanya. Jadi saya menceritakan kisah saya kepadanya.
Ia kemudian mengeluarkan sebuah buku dari bawah mejanya dan berkata perlahan, “Saya memberimu buku ini. Sebelum kamu minum pil malam ini, coba baca sesuatu dari buku ini. Kemudian lihat apa yang kamu rasakan.”

Saya membawa pil-pil di tangan saya yang satu, dan tangan yang lainnya memegang buku itu. Buku berwarna hitam bertuliskan “Kitab Suci” dalam bahasa Arab di sampulnya.
“Baiklah,” kata saya. “Saya akan coba.”
Saya keluar apotek, memegang buku itu sedemikian rupa sehingga bagian depannya menghadap ke tubuh saya dan judulnya tidak bisa dibaca orang.
Saya pulang kerumah dan masuk ke dalam kamar. Ini saat pertama dalam hidup saya membawa pulang sebuah Alkitab. Saya berusia tiga puluh lima tahun pada saat itu.

MEMBACA ALKITAB

Pada malam itu, malam dimusim panas, sekitar pukul 22.00. Sakit kepala saya begitu hebat, tetapi saya tidak meminum obat. Saya hanya taruh di atas meja, dan melihat pada Alkitab. Saya tidak tahu harus membaca dari mana, jadi saya menjatuhkannya dan terbuka begitu saja.
Alkitab itu ternyata salinan dari Alkitab pribadi sang apoteker, dan saya memperhatikan catatannya pada halaman itu.

Buku itu terjatuh dan terbuka di Matius 5. Saya mulai membaca khotbah Yesus di atas bukit. Kemudian saya melihat sebuah gambaran – Yesus di atas bukit sedang mengajar kerumunan orang disekitarnya.
Begitu terfokus saat membaca hingga saya lupa kalau saya sedang berada di rumah. Saya tidak merasakan apa-apa di sekitar saya. Kitab Matius membawa saya dari satu cerita kepada cerita yang lain.

Otak saya mulai bekerja seperti komputer. Di dalam buku itu saya melihat gambar tentang Yesus. Tapi di dalam otak saya, saya melihat gambar tentang Muhammad. Otak saya tidak berhenti membuat perbandingan-perbandingan.
Saya dipenuhi dengan Al Quran dan kisah hidup Muhammad sehingga tidak diperlukan upaya keras mengingat semua hal itu. Gambaran-gambaran itu seperti ada di sana begitu saja.
Saya terus saja membaca Alkitab tanpa menyadari waktu, sampai akhirnya saya mendengar panggilan sembahyang subuh dari masjid.

MEMBACA BERSAMA SAYA

Para pembaca terkasih, sekarang kita sampai pada saat di dalam hidup saya, di mana saya ingin anda mengetahuinya. Jika anda ingin mengetahui apa yang terjadi pada saya setelah malam itu, anda dapat membaca pada akhir buku ini. Tetapi saya ingin berhenti sejenak di sini dan mengulang kembali situasi saya bersama anda.

Dulu saya seorang sarjana yang menghabiskan waktu selama tiga puluh tahun mempelajari agama Islam dan kehidupan Muhammad. Saya bukan saja sosok yang mempraktekkan ajaran Islam tetapi juga mengingatnya.
Sekarang, di hadapan saya ada Alkitab yang memperkenalkan saya kepada Yesus.

Di halaman-halaman berikut, saya ingin anda mengalami apa yang saya lihat pada malam di kamar saya, di Mesir, dan apa yang telah saya temukan selama lebih dari sebelas tahun kemudian.
Tidak ada pelajaran teologia di dalamnya, tidak ada komentar, dan tidak ada kata-kata khayalan. Saya tidak mempunyai seseorang yang di samping saya untuk mengatakan, “Inilah yang dimaksudkan oleh Alkitab.”
Saya hanya membaca seperti apa yang disampaikan kepada saya.
Saya tidak membutuhkan seseorang guna memberitahukan, “Inilah yang Muhammad katakan atau lakukan.” Saya telah mengingatnya dari sumbernya langsung.

Ijinkan saya memperkenalkan kepada anda, Yesus dan Muhammad.

Tidak ada komentar: